Izinkan Jadi Alasan Bahagiamu

03.19 0 Comments

Tangan yang biasa yang menggenggam
mata yang terus menatapku
bibir yang selalu tersenyum
kau selalu disini

peluk yang tak ingin lepas
jari yang belai keningku
pundak tempatku bersandar
kau selalu di sini

kini kita harus berpisah
jarak waktu mempermainkan kita
ku disini dan kau disana
tapi ku tak sendiri

suara kau dihati
terbawa di mimpi
walau kau disana
aku tak sendiri

ada kau dihati
ada kau dihati
aku tak sendiri
kau selalu bersama aku



kekuatanmu buatku tangguh
percayamu buatku yakin
kemana pun dimana pun ada kau di hati

(Sherina, Ada)


Sebuah lagu yang entah kenapa akhir-akhir ini jadi most played. Lagu yang menggambarkan kemanjaan. Rasanya sudah lama sekali tak pernah ku elus tangan itu, yang ternyata kini semakin terasa kasar, kaku oleh sekian banyak kerja kerasnya. Rasanya sudah lama sekali tak pernah ku tatap lekat-lekat mata indah itu, yang kini semakin terlihat ciut oleh keriput di sudut-sudutnya. Rasanya sudah lama sekali tak pernah dengan sepenuh-penuh kesungguhanku mendengarkan lisan yang kerap bahkan selalu menghadirkan canda dari bibir itu, yang selalu merekahkan senyum dan menularkannya ke bibirku.

Akhir-akhir ini, entah tiba-tiba rasanya aku rindu sekali dengan semua itu. Ketika ku dengar dari ujung telepon, berkata dengan nada lembut, “Nak, pohon mangga di depan rumah sudah mulai berbuah lho...”. Sekilas nampak seperti perkataan biasa, perbincangan biasa. Ya, memang, mungkin begitu biasa. Tapi rasanya seketika dada ini sesak. Tersirat di fikiranku, bukankah ucapan itu tak lain sebuah alibi kerinduanmu? Ku tau, dan ku yakin kaupun tau, mudah saja bagiku jika sekedar ingin buah mangga, di sinipun banyak pohon mangga, di toko buahpun banyak menjajakannya. Tapi, di sana benar-benar tersirat guratan rindumu dan aku mampu menangkap rona itu. Aku tau kau hanya tak tega ketika memintaku pulang di sela aktivitasku di sini. Menikmati rindu dalam tumpukan sejuta lebih tanda tanya adalah pemandangan indah tapi tak kasat mata. Dan begitupun aku, kerap kali menyiratkan alibi-alibi klasik tuk menutupi rindu-rindu yang ku biarkan terbenam. “Di rumah musim apa? Ada kabar apa? Bla bla bla” Ah kadang akupun terlalu angkuh untuk sekedar mengungkapkan rasa itu.

Dan ketika akhirnya ku putuskan untuk datang menemuimu, di tengah amanah dan tanggung jawabku di sini. Setelah melewati perhelatan batinku sendiri, biar sejenak kusempatkan menengokmu, bukan ingin melalaikan amanah dan tanggung jawabku, bukan itu. Tapi karena ku sadar engkaupun salah satu amanah bagiku. 

Sungguh tak ingin ku siakan momen berharga itu. Begitu berharga, menengokmu dalam hitungan beberapa jam. Malam itu, ya, cukup satu malam ku paksakan menjadi malam yang panjang. Malam ketika ngantukpun menjadi hal yang paling egois tuk dituruti. Malam ketika lelahpun tak lagi jadi hal yang harus ku acuhkan. Malam itu kita habiskan berdua dengan penuh canda, kau bercerita kesana kemari, tentangmu, tentangku, hingga tentang masa kecilku yang masih benar-benar kau hafal di memorimu. Bahagia itu, ketika melihat rona matamu yang berbinar serta bibirmu yang tersenyum mekar. Bahagia itu, ketika engkaulah orang yang terakhir kulihat saat ku menutup mata, dan engkau pula orang yang pertama kulihat saat ku membuka mata.

DEWASA. Entah mangatasnamakan “menjaga kehormatan perasaan” ataukah aku terlalu angkuh kala ku katakan “aku sudah dewasa” hingga terasa momen kebersamaan kita telah begitu lama ku abaikan. Aku tau, aku sadar bukan saatnya lagi bagiku tuk bermanja seperti dulu saat aku masih belum tau banyak hal, selalu tanya ini itu padamu, saat aku selalu ingin selalu di sampingmu, memandang langit biru di pangkuanmu. Tapi juga bukan alasan bagiku tuk abaikan bahagiamu. Ketika mungkin memang momen-momen seperti itu salah satu alasan bahagiamu tapi seperti inilah kehidupan. Jangan salahkan keberjarakan yang ada. Karena keberjarakan itulah yang kerap menambah nikmat kebahagiaan kita saat bersua, membuat momen-momen kebersamaan kita semakin bermakna.

Ya Rabb, seperti ada banyak cara-Mu menghadirkan cinta di antara kami, berikanlah pula banyak cara agar ku bisa membuatnya bahagia.Maka izinkanlah, sempatkanlah. Jika lewat telapak kakinya terbuka pintu ke syurga bagiku, maka izinkan pula aku menjadi alasan terbuka pintu syurga untuknya. Aamiin ya rabbal alamin..... :) 

Semarang, 22 Oktober 2013

Erna

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: