Pelangi Ramadhan

07.48 0 Comments

Merahmu adalah kesemangatan
Semangat meningkatkan amal kebaikan
Semangat menanti pertemuan yang dijanjikan

Jinggamu adalah kehangatan
Hangat memeluk nikmat iman
Hangat mereguk nikmat persaudaraan

Kuningmu adalah kebijaksanaan
Bijaksana menginsyafi segala kekhilafan
Bijaksana mengikhtiari kebermanfaatan

Hijaumu adalah kedamaian
Damai menahan amarah dan kebencian
Damai menahan diri dari keserakahan

Birumu adalah ketenangan
Tenang mengistiqomahkan kebaikan
Tenang mengelola ketergesaan

Nilamu adalah keseimbangan
Seimbang menjaga diri dari kelalaian
Seimbang menata hati dan fikiran

Ungumu adalah keagungan
Agung dengan segenap keberkahan
Agung meraih puncak ketaqwaan

Allah, masukkan kami dalam golongan yang melukiskan pelangi ramadhanmu

#RaMen
#RamadhanMenulis
#Day5
#RamadhanProduktif
#SatuHariSatuCeracau

0 komentar:

Orang-Orang yang Berdoa

07.58 0 Comments

Orang-orang yang berdoa adalah orang-orang yang penuh ketulusan dalam cinta. Menjadi sebab kebaikan orang yang dicinta tak lain sebuah wujud cinta tanpa syarat. Mengubah serapah menjadi rapalan bertuah. Selayaknya doa ibunda seorang Abdurrahman as-Sudais yang menyulap si kecil penabur debu ke makanan menjadi seorang imam besar Masjidil Haram.

Orang-orang yang berdoa adalah orang-orang yang membuktikan sesungguh keyakinan. Karena titik temu antara doa dan takdir akan mengalahkan segala ketidakmungkinan. Selayaknya doa seorang Yusuf yang meninggikannya dari tipu daya dan penjara menjadi seorang terpercaya selepas menafsirkan mimpi Qitri Al Aziz. Doa yang meleburkan iri dengki para saudara menjadi hormat dan cinta.

Orang-orang yang berdoa adalah orang-orang yang mengakui segala kekhilafan. Karena di puncak titik keinsyafan telah dijanjikan-Nya keselamatan. Selayaknya doa seorang Yunus yang melepaskannya dari perut ikan paus. Yang menyeretnya ke tepian pantai, menumbuhkan pohon labu berbuah masak di tengah laparnya.

Orang-orang yang berdoa adalah orang-orang yang suaranya mampu menjangkau tingginya langit meski hanya lewat bisik suaranya di bumi. Karena doa-doa menjadi anak tangga penghantar ke pintu langit seketika. Selayaknya doa seorang Isa yang mendatangkan aneka hidangan dari langit.

Karena doa adalah sebentuk perjuangan yang agung.

#RaMen
#RamadhanMenulis
#Day4
#RamadhanProduktif
#SatuHariSatiCeracau

0 komentar:

Merayakan Perpindahan

07.47 0 Comments

Hari ini saya tidak banyak menulis. Sekadar membubuhi satu dua kalimat pengantar untuk tulisan yang sudah pernah saya bagikan. Boleh kan?

Untuk sahabat-sahabat yang bulan-bulan lalu merayakannya, seorang sahabat yang sore ini baru saja merayakannya, seorang anak didik di kelas yang besok pagi merayakannya, dan sahabat-sahabat yang berencana merayakannya. Apa yang kalian pikirkan tentang 'merayakan perpindahan'?

Kata orang koleris, perpindahan itu memandang masa depan dari sudut optimisme. Bahwa yang baru adalah ruang mengintrospeksi yang lama. Lantas ia punya satu kesempatan untuk memperbaikinya.

Kata orang sanguinis, perpindahan itu mengambil keputusan seketika agar ia tak sia-sia. Tentang sesiapa di masa depan yang akan ia jumpa sebagai tempat bercerita. Tentang hal besar baru apa yang akan jadi bahan ia bercerita dan berbangga.

Kata orang plegmatis, perpindahan itu hal yang pasti akan dijumpa tiap manusia. Perpindahan adalah tentang hal yang tak mesti dijelaskan dengan alasan. Entah tentang apa ataupun dimana, akan selalu ada alir hidup untuk selalu ia dengar kisahnya. Akan selalu ada ruang untuk mengambil hikmah dari hal baru yang akan ia jumpa.

Kata orang melankolis, perpindahan itu bukan perkara sederhana. Bukan tentang seberapa repot mengemas sederet perabot yang ia punya. Tapi tentang kotak atau tas mana yang akan memuat segudang kenangan untuk ia bungkus lalu dibawa serta. Bahwa tak bijak meninggalkan seukir kebaikan dan kebahagiaan begitu saja.

Bagi siapapun, perpindahan akan selalu dekat dengan dua hal. Kenangan dan masa depan.
Tetap jaga dan ambil hikmah setiap jengkal kenangan, selamat menyambut masa depan, sahabat, nak!

0 komentar:

Rezeki Itu

17.00 0 Comments

Sang surya baru saja beranjak dari peraduan. Dedaunan masih basah oleh tetes embun. Seorang lelaki paruh baya sudah bergegas melewati setapak demi setapak tepian parit, tanpa alas kaki. Entah kakinya sudah tidak lagi merasakan kerikil batu maupun duri, sudah menebal kulitnya. Sampailah di seladang tanaman sayur, diambilnya gembor lalu bolak-balik dari sumber mata air menciduk untuk meyegarkan satu demi satu tanamannya. Matahari mulai terik, perpindahlah di seladang tanaman padi. Tanaman yang sudah dibersamainya tumbuh setiap hari, mulai dari menyemai, menanam, menyiangi, hingga mengairi, kini sudah mulai menguning dan merundukkan diri. Riang gembira diambilnya arit dari kolak di belakang pinggangnya, membabat, menggepyokkan ikat demi ikat tangkai. Esok lusa ia bergegas mengeringkan gabah-gabah, lalu menggilingnya menjadi beras. Rezeki itu terwujud dalam keihklasan melewati lelah tanpa mengeluh. Rezeki itu terwujud dalam kesempatan bersedekah pada tanaman tiap pagi. Rezeki itu terwujud dalam kegigihan dan kesabaran menunggu, karena menunggu adalah kata kerja penuh perjuangan. Rezeki itu terwujud dalam riang tawa dan bahagia sang istri dan anak-anaknya.

Sang surya begitu terik. Suasana riuh ramai. Seorang perempuan paruh baya lagi-lagi mengusap keringat yang membasahi keningnya. Suaranya lantang menyapa setiap orang yang berlalu lalang. Tempat ini ramai, gerah, bebauan aneka rupa bercampur, formula aroma baru yang memekakan. Orang-orang bersuara lantang, atau bisa dibilang saling berteriak. Dipandangnya aneka dagangan di hadapannya. Tangannya terampil menimbang, matanya jeli menilik dua besi yang sebisa mungkin harus seimbang. Rezeki itu terwujud dalam kesabaran tanpa putus asa. Rezeki itu terwujud dalam kejujuran menimbang dan bertutur. Rezeki itu terwujud dalam kesempatan memenuhi apa yang orang lain perlukan. Rezeki itu terwujud dalam canda renyah dengan sesama pedagang kanan, kiri, depan, dan belakang. Rezeki itu terwujud dalam sambutan riang anak-anak di depan pintu rumah sederhananya. Rezeki itu terwujud dalam anak-anak yang taat dan berbakti padanya.

Seorang lelaki muda memindai jarinya ke sebuah mesin pencatat kehadiran. Hari ini akhir bulan, itu artinya setumpuk deadline sudah menumpuk di meja. Dua matanya terpaksa berkaca mata karena terlalu sering menatap layar monitor di mejanya. Seharian duduk sambil jemarinya terus lincah melompat dari tuts satu ke tuts yang lain di papan ketiknya. Sesekali berdiri meluruskan punggungnya. Matahari sudah hampir tenggelam di peraduannya. Dia masih berjibaku di atas kendaraannya. Kanan, kiri, dan belakangnya sudah berlomba menyuarakan klakson sedari tadi, tapi sedikitpun belum ada tanda kendaraan di depannya akan segera beranjak. Rezeki itu terwujud dalam kesiagaan menyelesaikan amanah. Rezeki itu terwujud dalam kesabaran di tengah suara-suara memekakan telinga dan asap dimana-mana. Rezeki itu terwujud dalam memberi yang terbaik untuk sang istri dan anak-anaknya. Rezeki itu terwujud dalam kesempatan berbagi atas kelebihan yang dipunya.

Sang Pemberi rezeki itu Maha Pengasih, maka tentu Dia tidak akan pernah pilih kasih. Maka rezeki adalah milik setiap makhluk-Nya. Tapi rezeki itu barangkali terlalu sempit jika dimaknai dalam bingkai materi. Rezeki itu, apapun yang membuat kita semakin dekat dengan Sang Pemberinya. Tugas kita mengikhtiarkan, rezeki itu kejutan.

0 komentar:

Membuktikan Rindu

16.15 0 Comments

Hari-hari yang lalu kita sibuk menghitung mundur, betapa jarak dengan pertemuan yang kita rindu semakin dekat. Kita sibuk mengabarkan ke dunia lewat berbagai jejaring pertemana yang kita punya. Memasang gambar aneka rupa, membembuinya dengan kutipan-kutipan bijaksana, tak jarang menghiasinya dengan rapalan do'a-do'a. 

Lalu pertemuanpun semakin di depan mata. Kita mulai mengintip-ngintip, menerawang kehadirannya lewat angkasa, menghitung-hitung kapan ia benar-benar tiba. Dan hari ini dia telah sampai di hadapan kita. Benar-benar sampai. 

Benarkah pertemuan ini kita rindu? Atau kita sekadar sibuk bergempita, berfoto ria, begitu gagah mengabarkan pada dunia, padahal kita sendiri kikuk bercengkerama dengannya. Ibarat datang seorang kawan lama, tapi kita malah sibuk sendiri dengan gadget kita. 

Benarkah pertemuan ini kita rindu? Serindu layaknya kesempatan terakhir kita dipertemukan? Benarkah kita rindu 'muttaqin' yang dijanjikan? Atau jangan-jangan kita terjebak rindu semu, terbawa euforia belaka.

Selamat membuktikan rindu,  sesungguh rindu bertemu ramadhan.

#RaMen
#RamadhanMenulis
#Day1
#RamadhanProduktif
#SatuHariSatuCeracau

0 komentar: