Belajarlah dari Dandelion

03.31 0 Comments

Tak perlu kau pedulikan sekalipun mawar yang terus dipuji dengan indah kelopaknya. Tak perlu pula kau iri sekalipun melati yang terus disanjung dengan semerbak harum aromanya. Dan tak perlu pula kau meratapi diri sekalipun anggrek yang terus diagungkan dengan pesona warnanya. Tak perlu....
Lihatlah dandelion itu. Tak semua orang tau dan memang tak perlu tau. Tapi cukup ia tau bahwa tanpa kelopak yang indah, semerbak harum, ataupun pesona warna, ia tetap ada untuk memberi makna kehidupan. Belajarlah bagaimana ia tetap tumbuh. Belajarlah lebih dari melihat apa yang ia tak punya itu. Dalam kesederhanaannya itu kau akan belajar tentang makna keikhlasan dan ketegaran.

Cukup lihat biji-biji kapas putih halus yang mengerumuni ujung tangkainya. Hinggap tenang sesekali menari pelan tertiup angin yang lirih. Namun kemudian iapun rela ketika harus terlepas dari induk tangkai dan gerombolan sesama biji kapas lain ketika ia sudah mulai matang dan angin mulai meriuh. Meski tanpa ia tau kemana riuh angin akan membawanya. Mungkin saja kemudian ia jatuh di padang rumput hijau atau di tepian jalan dengan masih bersama biji kapas yang lain. Tapi bagaimana jika angin membawanya ke lahan gersang, atau bahkan ke ujung jurang, bahkan ketika harus menerima jika jatuh terpisah dari sesamanya, bagaimana?? Sendiri, menanti tetes air untuk membangunkan tunas tubuhnya.

Lalu kenapa ia ikhlas? Kenapa ia tetap tegar? Karena ia tau, jika ia menyerah maka ia tak lain sebutir biji kapas tak berguna, yang terbawa angin lalu tergeletak begitu saja. Atau bahkan jika ia hanya ingin tetap bertengger manis di tangkai induknya, merasa nyaman, tak ingin lepas dari gerombolan biji kapas seinduk yang lain itu. Tapi ada masanya ia harus menjadi matang dan bukankah angin tak selamanya bertiup damai? Itulah kenapa ia harus ikhlas dan tegar terlepas meski dalam keterpaksaan. Di balik semua itu, ia membawa sebuah titah tuhan yang sangat bermakna. Bahwa meski dimanapun nantinya riuh angin akan membawanya, sekali lagi bahkan keitka harus jatuh di lahan gersang ataupun ujung jurang, ia harus tetap berjuang menumbuhkan tunas tubuhnya. Kemudian terus tumbuh dan tumbuh hingga manjadi setangkai dandelion baru yang di ujung tangkainya bertengger puluhan bahkan mungkin ratusan biji kapas putih baru pula.

Belajarlah dari dandelion itu. Tak perlu jadi mawar, melati, ataupun anggrek yang dihujani pujian dan sanjungan. Cukup jadilah dandelion yang mencintai titah Rabbnya. Ikhlas dan tegar kemanapun Allah menghendaki angin membawanya... Karena keikhlasan dan ketegaran sebutir biji kapas dandelion bisa menumbuhkan setangkai dandelion baru dengan puluhan bahkan mungkin ratusan biji kapas putih baru. Dan begitu seterusnya biji-biji kapas putih baru itu kelak menumbuhkan dandelion-dandelion yang lain.

Jalan dakwah memang bukan jalan biasa. Bukan jalan yang kita telusuri karena berada di tempat (red: amanah) yang nyaman, saudara yang menyenangkan, ataupun kondisi yang damai. Jika alasan dakwah hanya sekedar itu semua maka yang ada kau akan loyo jika diberi tempat (red: amanah) di luar zona nyamanmu. Kau akan patah semangat jika saudaramu tak menyenangkan, tak sesuai harapanmu. Atau mungkin kau akan kecewa jika kondisi dakwah bergemuruh tak mau damai. Kau hanya butuh “cinta” dimana Dia sebagai landasannya. 
"Bukan karena jalan ini menyenangkan maka kau jadi cinta, tapi karena kau cinta jalan ini maka ia jadi menyenangkan."


Semarang, 7 November 2013

Erna

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: