Ramadhan... Seperti apa kau kini?

05.11 0 Comments

Apakah kau masih semerdu iringan kentongan bambu menjelang sahur? Bersuara sahut-menyahut memenuhi telinga. Yang dalam sekian detik kemudian memaksa mata tuk terbuka dan menggoda kami melongok jendela. Lalu kamipun terlelap kembali seiring semakin lirihnya lantunan kentongan itu. Padahal kami hafal, satu jam berlalu setelah itu tubuh kami pasti sudah digoyang-goyangkan ibu lalu dibawanya kami kami ke depan meja makan.

Apakah kau masih seriang letusan-letusan mercon yang memecah sunyi tiap pagi? Yang bahkan kami relakan setumpuk buku catatan disulap menjadi serpihan-serpihan berantakan di halaman atau bahkan di pinggir jalanan. Padahal kami tahu, tiap pagi suara itu memanggil omelan-omelan para orang dewasa yang membuat kami lari bersembunyi. Tapi tetap saja kami saling sepakat untuk datang lagi tiap pagi dengan benda dan suara yang sama

Apakah kau masih semanis semangkuk kolak buatan ibu? Yang membuat segerombol bocah berebut meja tiap azan maghrib tiba. Di sana.. selalu ada 6 mangkuk dengan porsi yang sama. Atau bahkan kau masih selucu es dan sederet jajanan yang kami tumpuk sedari siang hari. Lalu kami biarkan mereka bersembunyi di laci. Padahal tiap maghrib tiba, kami selalu dibuat bingung oleh perut kecil kami yang tak muat menampung semua harta persembunyian kami itu.

Apakah kau masih sesyahdu mushala kecil di samping rumah  kami? Yang membuat kami berebut microfon tiap malam untuk bertadarus, saling berlomba lembar siapa yang terjauh. Padahal kami tahu bacaan kami masih pas-pasan, bahkan membuat tertawa para orang dewasa dengan suara kami yang ngos-ngosan. Ditambah lagi sesekali bisikan kecil dan candaan yang tertangkap di pengeras suara.

Ah, mungkin sudah habis stok tumpukan buku catatan kami yang memuat kisah tentang kentongan, mercon, semangkuk kolak, ataupun setumpuk harta persembunyian kami. Atau mungkin semua telah disulap menjadi mercon yang telah diletuskan lalu berhamburan, hingga kini tak lagi kami dengar suaranya.

Tapi yang ku tahu, tiap waktu berlalu... kata ‘kami’ entah sukarela ataupun terpaksa harus berganti pemeran. Dan pada akhirnya, masing-masing ‘kami’ menjadi ‘aku’ yang harus mendiksikanmu dengan cara yang berbeda. Dan sepatutnya memaknaimu tanpa harus terikat semua metafora, ruang, suasana, atau apapun yang dapat berganti seiring berlalunya waktu.

Tentangmu Ramadhan... Seperti apa kau kini kumaknai?


Tegal, 27 Juni 2014

Erna

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: