Tentang Memori Pagi

21.02 0 Comments

Pagi, gurat-gurat  jingga di ufuk timur
Menembus, menerobos kabut-kabut yang mengabur
Garis-garis terang mengusir bayang gelap
Mengusik senyap

Uap-uap dingin mengembun
Membentuk titik-titik bening di ujung daun
Titik-titik menebar aroma  kesejukan
Titik-titik yang meronakan ketulusan
Titik-titik sederhana tanpa ambisi
Ambisi tuk diakui keberadaan diri

Hingga ketika jingga telah membiru
Ketika bayang-bayang dahan tak sepanjang dahulu
Titik-titik harus taat, patuh pada kodrat tuhannya
Tergerus siang yang menyapa
Ia lenyap, pergi behamburan
Kembali menjadi uap-uap betebaran
Mari belajar menjadi embun-embun kehidupan, yang memberi makna kesejukan. Lihatlah betapa tulus ia, betapa ikhlas ia. Betapa ia tahu, benar-benar tahu. Bahwa ia hanya setitik makhluk, hadirnyapun hanya sekejap. Karena ketika siang datang, ia tak lebih dari bagian memori pagi. Tapi tak pernah lelah ia, tak pernah galau ia. Tak pernah ia risaukan ketika sejuknya harus terlupa ketika terang datang. Bukankah sudah menjadi kodrat ilahi, tak selamanya kita diakui.

Ketika pagi harus pergi tergantikan siang dan sejuk-sejuk itu kembali memudar, yakinlah sepanjang  Tuhan masih menghendaki bumi berputar, maka pagi itu akan kembali datang. Semua yang tercipta pastilah ada masanya, kita sebagai ciptaan-Nya mampukah memanfaatkan masa itu dengan bijak? Memberikan kebermanfaatan yang maksimal. Karena ada masa di mana kita tak mampu lagi menebar manfaat, masa ketika mulut dikunci, tiada lagi kata, tiada lagi suara. Dan tak ada lagi memori pagi ketika langit telah bertemu bumi, dan bumipun tak mampu lagi memutar dirinya tanpa kehendak ilahi.


Semarang, 1 Oktober 2013

Erna

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: