Secangkir Teh Hangat Tanpa Hujan di Balik Jendela

22.50 2 Comments


Sebuah pembicaraan. Tentang berkisah dan mendengarkan. Tentang berbagi dan terbagikan. Tentang seberkas  kebahagiaan yang terjamakkan. Tentang sebongkah kegundahan yang tererosikan. Tidak ada yang lebih menenangkan dari dua tiga cangkir teh hangat yang membuat kita duduk saling bertemu. Dan bersamaan di balik jendela sana, hujan turun kian menderu.

Tapi musim selalu berganti. Kini hanya kami berdua saling membisu. Aku dan secangkir teh hangat di hadapanku. Dan hujan di balik jendela tak kunjung turun. Sesiapa yang berkisah dan sesiapa yang mendengarkan? Sekejap kemudian kami tersenyum. Ku biarkan tangan ini mendengarkan ia berkisah lewat hangat yang menembus dinding permukaannya. Ku biarkan wangi menguap lalu mengumpul selaksa awan memenuhi langit rongga dada. Lalu dengan sendirinya bongkah gundah di dasarnya akan tererosi dihujani bahagia. 

Begitulah kami saling berkisah, berbagi bahagia dan gundah. Tanpa sepatahpun kata. Tanpa hujan di balik jendela. Tiap teguk menggenanglah satu unit kebahagiaan. Tegukan berikutnya, terkikislah satu unit kegundahan. Begitu seterunya mencipta siklus tiap satu unit masa. 

Tapi pada akhirnya, tak lain aku hanya layaknya sedang mencuri ketenangan dari secangkir teh hangat. Maka saat teguk terakhir sudah tak lagi bersisa, selalu ada reda atas hujan bahagia dan selalu ada sisa bongkah gundah yang masih melekat. 

Tinggalkanlah kesemuan itu, tidurlah! Lalu biarkan dingin lekas-lekas membangunkanmu kembali. Berkisahlah sepuasnya! Sebab Dia Mendengar lebih. Berkisahlah! Dengan ke-Maha-an Nya, bongkah gundah tak lagi tersisa sebab dihujani bahagia yang tak kenal reda sekencang apapun angin bertiup mencoba meniadakannya.

Erna

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

2 komentar:

  1. Eng... cie.. cie...
    semoga jadi penulis hebat!

    BalasHapus
  2. Wah mas bagus... Aamiin. Baru ngeh ada yg ngomen :D

    BalasHapus