Bukan Jalan Biasa
Sore...
Memandang wajah-wajah baru yang sibuk
dengan mimpinya, sibuk dengan semangat barunya. Entah tiada yang bisa menerka
yang di balik wajah-wajah semangat itu, apa yang tertanam di hati-hati yang
masih murni, polos, putih. Merekalah generasi-generasi peradaban,
mutiara-mutiara di dasar samudra. Ya, mutiara yang belum nampak karena tertutup
kerasnya kulit kerang sebagai tempatnya tumbuh. –Up grading magang EKSIS 1434H
(5/10)
Sekejap bayang masa itu muncul
kembali, sekilas menyorot masa lalu. Ketika seorang anak manusia yang masih
begitu polosnya memulai tapak langkahnya di jalan ini. Jalan yang sebelumnyapun
tak benar-benar ia pahami. Jalan apa ini? Kenapa harus jalan ini? Benarkah
jalan ini? Haruskah aku di sini? Haruskah aku? Dan begitu banyak lagi pertanyaan
lain dibenaknya.
5 Maret 2013, tepatnya pukul 02.33 wib. Dering ponsel membangunkan dari lelap tidurnya. Sebuah pesan yang membuat terhenyak, entah kenapa degup jantungnya terasa melebihi kecepatan normal, mata yang masih sayu sekejap terbuka lebar. Ah, apa ini mimpi? Pikirnya, Setengah tak percaya membaca pesan singkat itu. Dibacanya lagi dan lagi...
“Aslmkum, barakallah antum terpilih sebagai bla bla bla di EKSIS 1434 H. Semoga antum bisa amanah mengemban tugas mulia ini. (konfirmasi kesanggupan saya tunggu hari ini juga)
_masul eksis_”
*EKSIS: Rohis (LDK) FE UNNES
Ya Allah... Apa ini? Lagi lagi muncul tanya di hatinya. Bingung, bimbang, ragu. Benarkah ini? Kenapa aku? Lantas harus bagaimana? Dan akhirnya ia memutuskan menghentikan sejenak kemelut fikirannya itu. Bergegaslah ia menyejukkan diri dengan air suci lantas bersiap menghadap rabbnya, sang Pemilik Hati yang sesungguhnya. Namun kembali, isi pesan singkat itu lagi-lagi muncul di memori fikirannya.
“Ya Robb... Aku merasa belum pantas. Amanah ini, benarkah untukku? Siapa aku?” di sela panjat doanya, lirih.
Dan ia hingga jelang fajar shubuh ia masih sibuk dengan kebimbangan hatinya. Kemudian diingatnya lagi, ketika ia meniatkan diri untuk merapatkan dirinya di barisan dakwah, seketika ia teringat lagi sebuah ayat Al Quran- Al Huda - yang menjadi penugasan hafalan dalam suatu agenda (masih di ranah dakwah kampus juga).
“ Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS Muhammad: 7)
Diingatnya lagi, detapa diri
masih perlu dibenahi, betapa ingin perkaya ilmu tuk bekal diri, betapa ingin
membermanfaatkan diri, dan satu hal lagi yang tak kalah memberatkan
pertimbangan hati, bahwa betapa ia rindu kawan-kawan yang sebenarnya sudah lama
ia ingin berada di tengah-tengah mereka. Wajah-wajah yang meneduhkan,
wajah-wajah penuh kelembutan, penuh keramahan. Ya, betapa hangat mereka.
Lantas ia putuskan menekan tombol
“reply” dan mengetik singkat, cukup 2 kata,
“InsyaAllah siap”
Begitulah sedikit cerita tentang ia yang dulunya ‘menganggap’ moment itu awal langkahnya di jalan dakwah. Ya, saya tekankan lagi ‘menganggap’ karena belakangan ia baru menyadari bahwa jalan ini bahkan sudah lama ia tapaki, karena perjuangan ini bahkan sudah dimulai jauh sebelum ia menekan tombol “reply” itu.
Maha besar Allah, jalan ini
memang bukan jalan biasa. Tak terlihat oleh mata hati yang buta. Butuh
perjuangan yang bukan sekedar perjuangan biasa, kontribusi di sana bukan
kontribusi biasa, lelah di sana bukan lelah biasa, dan tidak butuh orang-orang
biasa, melainkan orang-orang yang luar biasa. Dan semua pertanyaan di hati
terjawab sudah, segala keraguan, kebimbangan, kebingungan itupun akhirnya sirna.
Sebuah kalimat yang membuat speechless,
bahwa tanpa kitapun dakwah itu akan
tetap ada, namun sesungguhnya kitalah yang membutuhkan dakwah.
Semarang, 5 Oktober 2013
Semarang, 5 Oktober 2013
0 komentar: