Adakalanya Bintangpun Redup
Belajar dari bintang, adakalanya
iapun meredup. Tapi redup itu bukan alasan baginya untuk menjauh dari titik
edarnya, atau berhenti pada titik redup itu. Redup, senyap, gelap, semua itu menyesakkan memang, tapi bukankah redup
itu mengajarkan bintang untuk tetap tawadhu. Karena terang sinarnya itu bisa
saja meninggikan angannya, menguji keangkuhannya.
Bagaimana tidak? Manusia begitu memuji kilaunya, terpesona kelip sinarnya... padahal mereka sedikit yang tahu bahwa dibalik kilaunya, sinarnya, yang memang nampak indah dilihat dari jauh, tapi dari dekat bintang-bintang itu ada yang berdebu, berkerikil, atau bahkan berjurang. Tapi Maha Besar Allah, dijadikannya indah di mata manusia.
Begitupun diri kita. Lagi-lagi
Allah begitu baik, Dia menutupi kekurangan-kekurangan kita, aib-aib kita di
mata manusia lain. Lalu pantaskah kita
berjalan di bumi Allah ini dengan sikap sombong? Angkuh? Atau merasa hebat?
Padahal semua itu bukan 100% karena diri kita baik, tapi Allah masih menutupi kekurangan
kita. Sudut pandang orang lain terhadap kebaikan kita ialah bias, Allahlah yang mengatur segalanya.
Lalu bagaimana kaitannya dengan
bintang yang redup tadi? Sama saja. Kitapun sebagai manusia adakalanya
mengalami masa di mana kita merasa tak indah, tak baik, tak pantas, atau lebih
menyesakkan lagi dipandang rendah manusia lain. Berfikir positiflah bahwa itu
cara Allah mengingatkan kita, menegur kita, menguji keikhlasan kita. Bukankah
seorang hamba yang benar-benar ikhlas itu tak terpengaruh oleh pujian ataupun
hinaan, yang Dia lakukan adalah tulus mengharap ridho-Nya.
Mari perbaiki diri di mata Allah :)
Semarang, 4 Oktober 2013
Semarang, 4 Oktober 2013
0 komentar: