Rezeki Itu

17.00 0 Comments

Sang surya baru saja beranjak dari peraduan. Dedaunan masih basah oleh tetes embun. Seorang lelaki paruh baya sudah bergegas melewati setapak demi setapak tepian parit, tanpa alas kaki. Entah kakinya sudah tidak lagi merasakan kerikil batu maupun duri, sudah menebal kulitnya. Sampailah di seladang tanaman sayur, diambilnya gembor lalu bolak-balik dari sumber mata air menciduk untuk meyegarkan satu demi satu tanamannya. Matahari mulai terik, perpindahlah di seladang tanaman padi. Tanaman yang sudah dibersamainya tumbuh setiap hari, mulai dari menyemai, menanam, menyiangi, hingga mengairi, kini sudah mulai menguning dan merundukkan diri. Riang gembira diambilnya arit dari kolak di belakang pinggangnya, membabat, menggepyokkan ikat demi ikat tangkai. Esok lusa ia bergegas mengeringkan gabah-gabah, lalu menggilingnya menjadi beras. Rezeki itu terwujud dalam keihklasan melewati lelah tanpa mengeluh. Rezeki itu terwujud dalam kesempatan bersedekah pada tanaman tiap pagi. Rezeki itu terwujud dalam kegigihan dan kesabaran menunggu, karena menunggu adalah kata kerja penuh perjuangan. Rezeki itu terwujud dalam riang tawa dan bahagia sang istri dan anak-anaknya.

Sang surya begitu terik. Suasana riuh ramai. Seorang perempuan paruh baya lagi-lagi mengusap keringat yang membasahi keningnya. Suaranya lantang menyapa setiap orang yang berlalu lalang. Tempat ini ramai, gerah, bebauan aneka rupa bercampur, formula aroma baru yang memekakan. Orang-orang bersuara lantang, atau bisa dibilang saling berteriak. Dipandangnya aneka dagangan di hadapannya. Tangannya terampil menimbang, matanya jeli menilik dua besi yang sebisa mungkin harus seimbang. Rezeki itu terwujud dalam kesabaran tanpa putus asa. Rezeki itu terwujud dalam kejujuran menimbang dan bertutur. Rezeki itu terwujud dalam kesempatan memenuhi apa yang orang lain perlukan. Rezeki itu terwujud dalam canda renyah dengan sesama pedagang kanan, kiri, depan, dan belakang. Rezeki itu terwujud dalam sambutan riang anak-anak di depan pintu rumah sederhananya. Rezeki itu terwujud dalam anak-anak yang taat dan berbakti padanya.

Seorang lelaki muda memindai jarinya ke sebuah mesin pencatat kehadiran. Hari ini akhir bulan, itu artinya setumpuk deadline sudah menumpuk di meja. Dua matanya terpaksa berkaca mata karena terlalu sering menatap layar monitor di mejanya. Seharian duduk sambil jemarinya terus lincah melompat dari tuts satu ke tuts yang lain di papan ketiknya. Sesekali berdiri meluruskan punggungnya. Matahari sudah hampir tenggelam di peraduannya. Dia masih berjibaku di atas kendaraannya. Kanan, kiri, dan belakangnya sudah berlomba menyuarakan klakson sedari tadi, tapi sedikitpun belum ada tanda kendaraan di depannya akan segera beranjak. Rezeki itu terwujud dalam kesiagaan menyelesaikan amanah. Rezeki itu terwujud dalam kesabaran di tengah suara-suara memekakan telinga dan asap dimana-mana. Rezeki itu terwujud dalam memberi yang terbaik untuk sang istri dan anak-anaknya. Rezeki itu terwujud dalam kesempatan berbagi atas kelebihan yang dipunya.

Sang Pemberi rezeki itu Maha Pengasih, maka tentu Dia tidak akan pernah pilih kasih. Maka rezeki adalah milik setiap makhluk-Nya. Tapi rezeki itu barangkali terlalu sempit jika dimaknai dalam bingkai materi. Rezeki itu, apapun yang membuat kita semakin dekat dengan Sang Pemberinya. Tugas kita mengikhtiarkan, rezeki itu kejutan.

Erna

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: