Tertangkap Basah

23.40 0 Comments


Tak perlulah kita merengek layaknya seorang yang putus harapan atas sesuatu yang bahkan belum kita kejar layaknya seorang yang telah mati-matian memperjuangkan. Kita hanya perlu melakukannya lebih.

Kita barangkali pernah terlampau bersenang-senang, melupakan segala kepayahan yang seharusnya kita perjuangkan. Kita barangkali pernah tertawa terbahak, tanpa menjadi peka di tanah yang kita  pijak. Kita barangkali pernah merasa tahu segala, padahal tak banyak yang kita punya dibalik tempurung kepala. Kita barangkali pernah membiarkan diri, terus tenggelam dalam kesalahan yang sejatinya kita sadari. 

Atas segala bentuk kelalaian, ketidakpekaan, kepongahan, dan kealpaan, terkadang layaknya kita terlanjur tenggelam, suka atau tidak suka, harus rela untuk menjadi basah bukan? Karena bagaimanapun sejatinya basah adalah konklusi yang telah disepakati atas premis-premis ketenggelaman dalam hidup. Maka saat kita harus tertangkap basah, bukankah lebih indah menyengaja diri dibanding didapati tanpa kita duga dan kehendaki? Sama-sama basah, tapi setidaknya dengan menyengaja kita masih punya jeda untuk memupuk kelapangan hati. Sewaktu-waktu kita memang butuh tertangkap basah. Membiarkan rasa malu menjadi memori yang akan kita kenang di masa depan. Membiarkan rasa sesal kita kunyah untuk menemani perjalanan berikutnya. 

Barangkali seperti itulah Tuhan menciptakan sepasang makhluk bernama masa lalu dan masa depan. Agar mereka, sadar atau tidak sadar, sewaktu-waktu akan saling mengingat. Seperti sekeranjang pertanyaan yang kadang tak selalu dijual dengan bonus sepaket jawabannya sekaligus. Karena ada kalanya sebuah jawaban barangkali tiba-tiba justru hadir di hadapan kita di masa depan, saat kita bahkan telah lupa apa yang pernah kita pertanyakan di masa lalu. 

Hidup ini tentu saja sudah ada takarannya masing-masing. Tidak lebih tidak kurang. Pun tiada bejana yang akan tertukar isinya. Tinggi rendah, banyak sedikit, cepat lambat, baik buruk, bukankah tugas kita berupaya meraih sebaik-baik takaran yang sudah disiapkan? Agar tiada mubazir atas takaran yang sudah dijatahkan tapi dengan ceroboh kita abaikan. Juga tak lupa bercukup-cukup membentengi diri dari keserakahan, agar tiada takaran yang sejatinya tak muat tapi dengan tamak terus kita paksa mengisi bejana yang kita punya. Lalu pada akhirnya kering ataupun tumpah yang didapat hanya menyisakan lelah. 

Atas tulisan yang salah kita eja. Atas langkah yang salah kita tapak. Maafkanlah, tapi jangan beri pemakluman. Maka memaafkan adalah menjadi sadar atas segala arus yang terlanjur keliru kita selami. Sedangkan pemakluman hanya akan menjadikan kita merasa nyaman dan terbiasa tanpa sadar bahwa diri telah basah. Bukankah tenggelam sejatinya bahkan telah mengajari kita betapa sesaknya berlatih menahan nafas pada detik-detik permulaannya?


Semarang, 13 Maret 2016

Erna

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: